Senin, 26 Maret 2012

Tugas Cerpen Bahasa Indonesia

Dalam tugas ini kami sekelas disuruh membuat cerpen dengan sudut pandang terserah. Tinggal pilih: Evita (tokoh utama), wali kelas, teman yg ditaksir Evita, polisi, dan lain-lain. Saya memilih menjadi teman Evita yg bekerja sebagai pengedar narkoba sekaligus mucikari.
Di cerpen yg dibuat diharuskan mengandung cerita bahwa Evita adalah korban 'Broken Home' dan pengguna narkoba. Inilah cerita yang kubuat:


Realita Penyayang
Tumbuhan dan Binatang

Berat rasanya kubuka mata ku di saat sang surya baru nampak separuh. Tubuh yang penuh dengan dosa ini rasanya enggan untuk menuruti pemikiranku untuk segera bangun dan beribadah. Ya, tapi itu kewajiban untuk segera beribadah walau kulakukan dengan pikiran kosong. Begini-begini aku juga orang yang taat beribadah, walau dengan keterpaksaan, juga belajar serta kerja sambilan. Pekerjaanku mengharuskanku menjadi penyanyang tumbuhan dan binatang. Petani? Bukan. Peternak? Bukan. Doggy Styler? Tentu saja bukan. Akan aku jelaskan. Pertama penyanyang tumbuhan. Tumbuhan ini kurawat di kebun belakang ku dengan riang karena hanya beberapa ons saja sudah bernilai jutaan. Namanya Cannabis sativa atau yang biasa disebut ganja. Setelah kutanam dan tumbuh maka akan kujual kepada mereka yang membutuhkan. Kemudian yang kedua adalah penyanyang binatang. Ada dua binatang yang kusuka, ayam kampus dan kucing garong. Ayam kampus terlihat lebih menarik dan mereka suka diberi makan uang. Kucing garong sebenarnya biasa saja, tapi mereka akan memuntahkan uang setelah kubiarkan bermain dengan ayam kampus. Pekerjaan kedua ku ini sering disebut mucikari dengan klien seperti teman, satpam sekolah, bahkan guru wali kelasku. Ayam kampus pun kudapatkan dari sekolah tetangga juga terkadang sekolahku. Biasanya sih adik kelas yang masih cenderung ‘rapet’. Kalau teman seangkatan sih, wah susah cari yang masih ‘rapet’. Terkadang waktu kucing garong bermain dengan ayam kampus kusediakan tempat, sangat rahasia, dan diam-diam aku mengintip dan merekamnya. Lalu kujual video itu di Internet. Semua pekerjaan ini kulakukan dengan ikhlas serta riang gembira untuk memenuhi kebutuhan ku dan membantu ibuku membayar kontrak serta sekolahku. Walau pekerjaan ku terlihat begitu kotor, tapi aku masih bersih dari hal tersebut.


Waktu menunjukkan pukul 07.15 pagi. Kulihat pintu gerbang ditutup dan para peniru Rakib dan Atid mencatat nama siswa yang berbaris di dekat pintu gerbang. Aku pun memilih berputar melalui pintu belakang untuk amannya. Yah, maklum sudah seringkali terlambat sampai kena Blacklist dari guru dan BK. Di dalam kelas, pelajaran berlangsung seperti biasa. Bukan bermaksud riya’ , tetapi aku termasuk siswa dengan otak diatas rata-rata disini. Jadi aku terkadang cuek dengan guruku. Konsentrasiku hanya kutujukan kepada seorang gadis yang terlihat cantik luar dalam. Cara jalannya pun indah dan menyenangkan untuk dilihat. Saat kaki kanan melangkah, pantat kirinya seolah bergerak keatas, begitu pula sebaliknya. Terlihat sangat anggun. Dia adalah teman baik Evita, salah satu korban tanamanku. Sebenarnya aku tak tega melakukan itu kepada Evita karena aku temannya sejak SD. Dia mendapat perlakuan buruk dari keluarganya  yang biasa disebut dengan broken home. Maka dari itu dia ingin menghilangkan setres dengan narkoba walau dia tahu akibatnya. Bapak ibunya sangat mengenalku karena aku sering main kerumahnya waktu kecil.“Hayo! Perhatikan pelajaran jangan ngelamun terus” , teriak guruku.“Wah, Sial!”, gumamku.Aku hanya diam dan menuruti. Dialah guru sekaligus wali kelas yang tidak disukai teman-teman sekelasku. Padahal aku pernah memberinya diskon untuk bermain dengan ayam kampus ku. Huh, dasar tak tahu terima kasih.


Saat istirahat aku memberanikan diri mengobrol dengan Evita serta temannya. Selidik punya selidik, ternyata Evita tahu aku menyukai sahabatku. Aku malu mengakui walau akhirnya tetap kuakui. Sejak aku jujur ke Evita, rasanya aku dan temannya semakin dekat. Evita sering memberiku info tentang sahabatnya tentang dimana, sedang apa, dan apa yang dia suka. Tapi sebagai gantinya aku juga harus memberi info tentang temanku yang sekarang ditaksir Evita. Walau temanku sudah punya teman dekat, tapi Evita tetap saja ngotot. Aku juga sering bermain kerumah Evita, lagi, dan bertemu bapak ibunya yang murah senyum. Namun sifat keduanya belum juga berubah, sering bertengkar karena masalah sepele, bahkan walau sedang ada tamu.


Suatu hari Evita tidak masuk sekolah dalam waktu delapan hari terakhir. Kutanya kemanapun jawaban semu selalu sama. “Tidak tahu”, sahut teman ku. Bahkan sahabatnya juga tidak mengetahuinya. Pulang sekolah aku dan sahabat Evita berboncengan menuju rumah Evita. Kupacu Vixion dua tag kesayangan temanku yang tadi kupinjam dengan imbalan video ayam kampus dan kucing garong yang kemarin malam baru bermain. Sesampainya dirumah Evita, bapak dan ibunya menyambut kami dengan mata merah bekas menangis yang masih kelihatan baru diseka. Mereka membawa secarik kertas dan menceritakan itu adalah kertas yang ditulis sebelum Evita kabur. Dalam suratnya tertulis dia kabur karena tidak tahan lagi dengan sikap orangtuanya, bertengkar dengan temanku yang ditaksirnya, serta ketergantungan obat yang semakin menjadi. Aku menjadi sangat syok! Kami pun berpamitan dengan kedua orangtuanya tanpa mereka sadari bahwa di depan mereka merupakan salah satu pelaku utama yang membuat anaknya kabur.


Ketika kuantar pulang, sahabat Evita memaksaku untuk mampir kerumahnya. Tujuannya untuk menemaninya karena orangtuanya sedang pergi. Karena ia meminta dengan menangis dan memaksa, aku pun setuju. Sampai dirumahnya aku segera beristirahat di ruang tamu, cukup mewah dan tak kalah dari rumah Evita. Dia duduk didekat ku dan bersandar ke aku. Tiba-tiba dia menangis dan curhat kepadaku. Aku langsung refleks memeluk dan menenangkannya. Dia bertutur bahwa dia sangat stres dan ingin menguranginya. Aku sempat berpikir menawarkan ganja, tapi kubatalkan karena aku takut dia seperti Evita. Tanpa sadar langsung kulumat bibirnya. Dia kelihatan menikmati. “Wah, sial!” pikirku dalam hati. Dan kami pun ber-gejol ria untuknya.


Karena aku kasihan kepadanya, aku pun jujur. Apa pekerjaan sambilan ku, siapa korbanku, siapa yang membuat sahabatnya terjerumus narkoba. Dia kelihatan sangat syok, lebih dari aku. Dia sangat marah kepadaku, kesadarannya hilang, kata-kata kasar keluar dari bibir yang barusan kulumat. Dia melempariku dan mengusirku. Tanpa pikir panjang aku lagsung menurutinya. Aku bingung, hilang tujuan, pikiran kosong. Tiba-tiba aku membentur tiang pembatas antara jalan dan jembatan.


Kubuka mataku dan kurasakan panas ditenggorokan ku. Kulihat tubuhku penuh luka gores dan motor teman ku rusak berat. “WAH, SIAL!” teriakku. Namun di tempat itu suasana sepi. Meski hanya berjarak 10 km dari rumahku, aku merasa tidak kuat untuk berjalan. Tetapi tetap saja kupaksa kaki ku untuk melangkah pulang. Sekilas kulihat ada sesosok perempuan menggerikan. Kudekati dengan hati-hati ternyata itu Evita dengan pakain kotor dan sobek. Terlihat jelas kedua daging tak bertulangnya. Kuhampiri dan ku pakaikan baju ku dan ku gendong untuk ku ajak pulang. Evita tetap diam meski kuajak bicara.


Singkat cerita, aku telah sampai dirumahku. Ternyata sedang ada tamu yang tidak lain adalah sahabat Evita yang mencariku. Dia pun langsung berlari dan memelukku serta Evita. Setelah semua pejuangan akhirnya kami berdua terlihat bersih dan normal. Evita sedang istirahat dikamar ku untuk menunggu jemputannya. Ku tinggalkan dia dan ibu ku untuk menemani sahabatnya. Kami mengobrol berdua di teras. Pembicaraan kami semakin lama semakin serius. Aku mengungkapkan permintaan maaf. Dia bersedia tapi dengan syarat aku mau menyerahkan diri dan jujur kepada semua atau bertobat. “Aku pilih opsi pertama!”, celutukku karena kukira akan menyelesaikan masalahku. Benar dugaanku, saat orangtua Evita datang bersama polisi dan Bu Polwan yang cukup manis, aku langsung jujur dan menceritakan kisahku dan juga tanaman serta binatang peliharaanku. Jujur orang tua Evita kaget, namun mereka berusaha tabah dan mengambil Evita untuk pulang. Sekilas kulihat senyuman dari Evita seperti ucapan terima kasih. Aku pun pergi bersama polisi dan menjadi berstatus tawanan.


Namun sebelum pergi aku mengungkapkan perasaanku kepada sahabat Evita.”Aku menyukaimu dan ingin membuat hubungan yang lebih dengan mu”. Tanpa ragu dia menjawab bahwa dia juga sama. Dia mengatakannya sambil tersenyum. Aku pun puas dan berjalan dengan senyum diwajahku.“Wah, sial.”, pikirku.


TAMAT


(mohon maaf jika masih belum sesuai EYD dan penggunaan tanda baca masih banyak yg keliru) :D




Related Posts by Categories









2 komentar:

Obat Tradisional Batu Empedu paling Ampuh mengatakan...

Jum'at Berkah :)

Obat Penurun Berat Badan Alami mengatakan...

nice gan

Posting Komentar

Selamat Berkomentar :)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...